PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI BAGIAN DARI TEKNIK MEMANAGE
PERFORMANCE KARYAWAN
Oleh : Ega Jalaludin
Abstrak: kompensasi karyawan adalah salah satu
masalah personalia yang membingungkan dan dirasa sulit untuk diterjemahkan kebijakannya
mengingat sebagian besar permasalahan implementasi melibatkan negara dalam kebijakannya.
Akan tetapi pengupahan harus memiliki dasar yang logis dan dapat dipertahankan,
hal ini mencakup banyak faktor terlebih dari sudut pandang para pegawai/karyawan
dan dalam prakteknya, problematika kompensasi selalu menjadi acuan yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan. Karena itu, bersedia atau tidak perusahaan dalam
hal ini perlu menganalisa kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam hal
pemberian kompensasi. Ini dimaksudkan untuk menciptakan kinerja karyawan yang
lebih baik, dan pada akhirnya dapat menjadi kunci keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuan yang ingin dicapai baik dalam tujuan jangka pendek, menengah
dan jangka panjang.
Kata Kunci: Kompensasi, Performa, Karyawan
*) Ega Jalaludin, S.H., M.M, adalah alumni Fakultas Hukum
UNTIRTA dan Fakultas Ekonomi Pasca Sarjana UNIVERSITAS BUDI LUHUR.
Pendahuluan
”Performance is defined as the record of
outcomes produced on a specified job function or activity during a specified
time period” Benardin dan Russel
Tidak bisa
dipungkiri bahwa setiap organisasi laba/nirlaba menyatakan bahwa “manusia adalah asset terpenting dalam
organisasi”. Dari persfektif eksplisit hal tersebut sangat mengesankan
penghargaan terhadap manusia, namun dalam implementasinya tidak jarang
kebijakan-kebijakan organisasi/perusahaan yang dibuat bertentangan dengan keharusannya.
Kita ambil contoh pada perusahaan yang terlalu banyak menggunakan pola automatisasi
(penggunaan mesin dalam operasional perusahaan) sebagai pengganti manusia, bisa
jadi manusia hanya dipandang sebagi unsur produksi yang tidak ada bedanya
dengan unsur lainnya, hal ini tentunya kurang manusiawi.
Pada beberapa
kasus di beberapa organisasi tidak sedikit terdapat perusahaan yang menerapkan
sistem upah, iklim kerja, dan kepemimpinan yang kurang kondusif. Padahal manusia
dan potensinya merupakan elemen utama dari keberhasilan suatu bisnis,
seharusnya bagaimana sumber daya manusia berupa tingkat etos kerja, pendidikan,
keterampilan, pengetahuan, emosi, kejujuran, kesehatan, pengalaman, dan kepemimpinan
dapat dioptimalisasikan.
Pada masa globalisasi
sekarang ini, persaingan usaha adalah keniscayaan yang tidak bias dihindari.
Untuk itu, perusahaan-perusahaan mulai berusaha untuk tetap unggul dalam
persaingan yang serba kompetetif
tersebut dengan berupaya menciptakan kualitas sumber daya manusianya yang
handal dan presentatif. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang terlatih dan
terampil bagi sebuah organisasi bisnis, tentunya dapat ditempuh dengan
melakukan pelatihan,pendidikan dan bimbingan bagi sumber daya manusianya.
Sebagai salah
satu unsur produksi yang dominan berpengaruh, manusia berkedudukan sama dengan
unsur lainnya, seperti teknologi dan biaya. Namun, manusia memiliki ciri unik. Manusia
memiliki kepribadian yang aktif, banyak menggunakan intuisi, dinamis, bahkan
sensitif dan sekaligus sebagai pengelola dan atau pengguna dua unsur produksi
tadi, yaitu teknologi dan biaya untuk menghasilkan output tertentu. Oleh
karena itu, manusia ditempatkan sebagai unsur yang sangat khusus oleh perusahaan,
karena manusia baru akan terdorong untuk bekerja dan meningkatkan produktivitasnya
jika beragam kebutuhannya mulai dari kebutuhan fisik (seperti : makan, papan,
pakaian), kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, sampai dengan kebutuhan
aktualisasi diri dapat terpenuhi dengan baik (Mangkuprawira , 2003).
Prof. Abraham
Maslow telah membagi beberapa kebutuhan manusia dalam lima tingkatan.
Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut sangat urgen dan tak bisa digantikan dengan
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong
untuk melakukan suatu aktivitas yang dikenal dengan bekerja.
Gambar 1. Teori
Kebutuhan Prof. Abraham Maslow
Kita semua tahu
bahwa bekerja yang dilakukan oleh manusia adalah upaya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas. Pekerjaan yang dilakukan sendiri memiliki
banyak ragam dan tingkatan, mulai dari tingkatan Operator, Manajer hingga
sampai pada tingkatan Top Manajemen. Kehendak yang dicapai tiap pekerja
biasanya berbeda pada setiap tingkatannya, itu semua berasal dari kemerdekaan
berkehendak dan kebebasan berekspresi. Sementara itu pencapaian dan harapan
setiap pegawaipun berbeda, mulai dari pekerja yang hanya ingin bekerja hanya
karena ingiin mendapatkan status sosial, bekerja untuk memenuhi kebutuhan,
sampai bekerja sebagai bentuk aktualisasi diri mereka.
Pekerjaan yang
dilakukan memiliki sistem dan tatanan operasional sehingga sebuah pekerjaan
harus dilakukan secara sistematis. Hal inilah yang menyebabkan bahwa peran
manajer sangat penting pada setiap tingkatan pekerjaan.
Penggerak/motivasi/movere-nya pun sangat beragam. Mulai dari gaji, fasilitas,
kenyamanan, ketenangan sampai pada harapan tumbuh pada perusahaan tersebut.
Upah atau
kompensasi merupakan suatu ukuran nilai atau karya mereka diantara para
karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Tingkat pendapatan absolut
karyawan yang akan menentukan skala kehidupannya, dan pendapatan relatif mereka
menunjukkan status, martabat dan harganya (Handoko, 1998). Oleh karena itu,
pimpinan perlu sekali memperhatikan pemberian kompensasi yang diberikan karyawan,
agar performanya dapat meningkat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dalam mencapai
tujuan dan keinginan perusahaan dan pimpinan.
Dalam
kenyataannya yang paling sering kita dengar adalah pengkaitan hasil penilaian prestasi
dengan besarnya kompensasi atau bonus yang diberikan perusahaan. Hal ini seperti
yang dikemukakan oleh Ruky (2002) yang menyatakan bahwa : “Istilah penilaian
prestasi kerja hampir selalu secara otomatis diasosiasikan dengan kebijaksanaan
dan aturan kenaikan gaji perorangan dan pembagian bonus”. Tan dan Torrington
seperti yang dikutip oleh Ruky (2002) melaporkan bahwa : berdasarkan hasil
penelitian mereka terhadap 25 perusahaan Inggris dan 26 perusahaan Amerika yang
beroperasi di Malaysia, alasan terpenting bagi perusahaan Amerika untuk
menerapkan sistem penilaian prestasi kerja karyawan adalah dasar bagi :
•
Kenaikan gaji (81%)
•
Keputusan promosi
(77%)
•
Pelatihan dan
Pengembangan (68%)
•
Pembinaan (60%)
Pengertian Performance
Kinerja atau
prestasi kerja secara etimologi berasal dari kata berbahasa inggris “performance”.
Kamus The New Webster Dictionary yang dikutip oleh Ruky (2002) memberikan
tiga arti bagi kata performance yang akan disebutkan dibawah ini :
1. Adalah
prestasi yang digunakan dalam konteks atau kalimat misalnya tentang mobil yang
sangat cepat.
2. Adalah
Pertunjukan yang bisaanya digunakan dalam kalimat “Folk Dance Performance”
atau “Pertunjukan Tari-tarian Rakyat”.
3. Adalah
“Pelaksanaan Tugas” misalnya dalam kalimat “In performing his/her duties”
Pada organisasi
modern dewasa ini penilaian memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan
dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar-standar performance dan untuk
memotivasi performance individu di waktu berikutnya. Sedangkan Benardin
dan Russel yang dikutip oleh. Ruky (2002) memberikan defenisi tentang
performance sebagai berikut : ”Performance is defined as the record of
outcomes produced on a specified job function or activity during a specified
time period” (Prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh
dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu
tertentu).
Penilaian Performa
Mangkuprawira
(2003) menyatakan bahwa : “Pendekatan penilaian performance hendaknya
mengidentifikasi standar performance yang terkait, mengukur kriteria,
dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan dan Departemen Sumber
Daya Manusia”.
Untuk lebih
jelasnya berikut illustrasi gambar elemen-elemen kunci sistem penilaian
performance :
Ukuran Kinerja
|
Kinerja Karyawan
|
Penilaian Kinerja
|
Standar Kinerja
|
Umpan Balik Karyawan
|
Standar Kinerja
|
Standar Kinerja
|
Gambar
2 Elemen-elemen Kunci Sistem Penilaian Performance
(Syafrie
Mangkuprawira;2003)
Jika standar performance
atau perhitungan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, evaluasi dapat
mengarah pada ketidakakuratan atau hasil yang bisa merenggangkan hubungan
manajer dengan karyawan, dan memperkecil kesempatan kerja yang sama. Tanpa
umpan balik, perbaikan dalam perilaku sumber daya manusia tidaklah mungkin terjadi
dan departemen tidak akan memiliki catatan akurat dalam sistem informasi sumber
daya manusianya. Dengan demikian, keputusan-keputusan dasar dalam membuat
rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu.
Departemen
sumber daya manusia biasanya merancang dan mengelola sistem penilaian
performance perusahaan. Sentralisasi menjamin terjadinya keseragaman. Meskipun
departemen sumber daya manusia dapt mengembangkan pendekatan yang berbeda untuk
para manajer, profesional, pekerja, dan kelompok lain. Namun keseragaman dalam
tiap kelompok dibutuhkan untuk menjamin hasil yang dapat dibandingkan.
Departemen itu sendiri bisa jadi jarang menilai performance secara aktual.
Sejumlah
penyebab umum yang sering menimbulkan kegagalan dan harus dihindarkan di
sebutkan oleh Dessler (1994) yang dikuti oleh Ruky (2002) sebagai berikut :
1. Tidak
adanya standar
Tanpa adanya standar berarti tidak terjadi penilaian
prestasi yang obyekif. Yang ada hanyalah penilaian subyektif yang mengandalkan
perkiraan dan perasaan.
2. Standar
yang tidak relevan dan bersifat subyektif
Standar seharusnya ditetapkan melalui proses analisa
pekerjaan/jabatan untuk menentukan hasil atau output yang diharapkan
dari pekerjaan tersebut.
3. Standar
yang tidak realistis
Standar adalah sasaran-sasaran yang berpotensi merangsang
motivasi. Standar yang masuk akal dan menantang akan lebih berpotensi untuk
merangsang motivasi.
4. Ukuran
prestasi yang tidak tepat
Obyektivitas dan perbandingan memerlukan bahwa kemajuan
terhadap standar dan pencapaian standar dapat diukur dengan mudah dan
transparan. Contoh-contoh ukuran yang bersifat kuantitatif adalah misalnya : 1%
tingkat kegagalan produksi karena kualitas, 10 order penjualan dari setiap 100
kunjungan. Sedangkan yang bersifat kualitatif misalnya ; “penyelesaian proyek
pada tanggal yang ditetapkan”.
5. Kesalahan
penilai
Termasuk dalam kesalahan penilai adalah “keberpihakan” (bisa),
perasaaan syakwasangka, “Halo effect” (terpengaruh oleh yang dinilai),
kecendrungan untuk “pelit” atau sebaliknya, kecendrungan untuk memilih nilai
tengah dan takut untuk menghadapi bawahan.
6. Pemberian
umpan balik secara buruk
Pada awal proses manajemen
performance, standar harus dikomunikasikan kepada karyawan yang dinilai
untuk diketahui dan disepakati. Demikian pula seluruh proses penilaian dan
hasil penilaian harus dikomunikasikan pula kepada mereka sesuai dengan prinsip
dan tujuan program, khususnya program manajemen performance.
7. Komunikasi
yang negatif.
Proses evaluasi ternyata terganggu oleh komunikasi yang
didasari dengan sikap negatif seperti arogansi dan ke-aku-an pada pihak penilai
dan sikap membela diri dan ketertutupan pada pihak yang dinilai.
Penilaian seharusnya menciptakan
gambaran akurat dari performa perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk
mengetahui performance buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima
harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hal
lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan
pekerjaan dan praktis, termasuk standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang
terukur. Pekerjaan terkait berarti bahwa sistem mengevaluasi perilaku-perilaku kritis
yang mengandung keberhasilan pekerjaan. Jika evaluasi tidak terkait dengan pekerjaan,
hal ini tidaklah absah. Tanpa keabsahan dan derajat kepercayaan, sistem bisa
jadi mendiskriminasi kesempatan penerapan hukum yang ada secara adil. Seperti
yang dikutip oleh Ruky (2002, hal. 35), Calcio menyarankan agar sebuah program
manajemen performance efektif hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
:
1. Relevance
Hal-hal atau
faktor-faktor yang diukur adalah relevan (terkait) dengan pekerjaannya, apakah
itu outputnya, prosesnya atau inputnya.
2. Sensitivy
Sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan
antara karyawan yang berprestasi dan tidak berprestasi.
3. Reliability
Sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya
bahwa menggunakan tolok ukur yang objektif, sahih, akurat, konsisten dan
stabil.
4. Acceptability
Sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima
oleh karyawan yang menjadi penilai maupun yang dinilai dan memfasilitasi
komunikasi aktif dan konstruktif antara keduanya.
5. Practicality
Semua
instrumen, misalnya formulir yang digunakan, harus mudah digunakan oleh kedua
pihak, tidak rumit, mengerikan dan berbelit-belit.
Kompensasi
Kompensasi
dapat diartikan sebagai pemberian imbalan atas hasil kerja yang dilakukan
dengan melihat prestasi kerja itu sendiri. Prestasi kerja yang dilakukan dapat
dinilai dan diukur berdasarkan suatu penilaian yang telah ditentukan perusahaan
secara objektif. Handoko (1998) menyatakan bahwa: “Kompensasi adalah pemberian kepada
karyawan dengan pembayaran finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang
dilaksanakan dan sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan
datang”.
Setiap pekerja
yang telah memberi atau mengorbankan tenaga dan pikirannya pada suatu
perusahaan, baik itu perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah akan mengharapkan
kontra prestasi atau balas jasa berupa uang atau barang-barang yang disebut
dengan catu dalam bentuk kebutuhan barang-barang pokok misalnya beras. Kompensasi
(Gaji dan Upah) yang diberikan perusahaan kepada pekerja merupakan salah satu
faktor penting yang perlu diperhatikan pimpinan demi kelancaran jalannya perusahaan.
Kompensasi yang layak merupakan pendorong bagi karyawan supaya bekerja lebih
giat serta lebih bertanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan
perusahaan kepadanya. Jadi dapat dikatakan bahwa kompensasi (gaji dan upah)
akan mempengaruhi performance karyawan.
Menurut Purnomo
(1992) pengertian upah adalah sebagai berikut : Upah adalah jumlah keseluruhan
yang diterapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja
meliputi masa atau syarat-syarat tertentu. Jika upah diperhitungkan meliputi
masa seminggu dinamakan upah mingguan dan jika ditung meliputi masa sehari
dinamakan upah harian. Jika menghitung besarnya upah dipergunakan kesatuan yang
diambil dari hasil rata-rata setiap jam atau meliputi waktu tertentu, maka upah
itu dinamakan upah waktu. Kecuali upah dan waktu terdapat juga upah potongan,
yang didapatkan dengan memperhitungkan jumlah potongan atau bagian tugas
dikalikan kesatuan pengganti prestasi untuk tiap-tiap potongan. Dalam
bentuk-bentuk usaha pada umumnya yang dimaksudkan dengan upah adalah pengganti
saja bagi tenaga kerja yang melaksanakan tugas-tugas dalam perusahaan yang
sifatnya tidak tetap. Sedangkan gaji dipergunakan sebagai pengganti jasa bagi
tenaga kerja yang bersifat tetap.
Sedangkan Moekijat
(1995) mengemukakan bahwa pengertian gaji adalah : “Pembayaran kepada pegawai,
tata usaha, dan manajer”. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
mengenai pengertian gaji dan upah (kompensasi) yaitu upah merupakan kontra
prestasi yang diterima oleh si pekerja berdasarkan hasil yang dicapainya dan
tidak mempunyai jaminan kerja tetap, lain halnya dengan gaji merupakan kontra
prestasi yang diterima oleh pekerja dengan jaminan pekerjaan yang sifatnya
lebih tetap.
Salah satu
fungsi manajemen personalia yang paling sulit adalah penentuan tingkat kompensasi
moneter. Hal ini tidak hanya merupakan salah satu tugas yang paling rumit,
tetapi juga yang paling penting, baik bagi organisasi maupun karyawan. Penentuan
tingkat kompensasi moneter penting bagi organisasi karena upah dan gaji seringkali
merupakan satu-satunya biaya perusahaan terbesar. Sepanjang menyangkut organisasi,
Flippo (1995) menyatakan bahwa program-program kompensasi karyawan dirancang
untuk melakukan tiga hal, yaitu :
1. Untuk
menarik para karyawan yang cakap ke dalam organisasi.
2. Untuk
memotivasi mereka mencapai prestasi yang unggul.
3. Untuk
menciptakan masa dinas yang panjang.
Selanjutnya
Dessler (1992) menyatakan bahwa : “Penyusunan suatu rencana penggajian
merupakan upaya mengevaluasi nilai pekerjaan secara relatif (melalui teknik
evaluasi pekerjaan), dan kemudian menetapkan harga pekerjaan dengan menggunakan
garis upah dan kelas gaji”. Kompensasi juga penting bagi organisasi, karena
jumlah pembayaran kepada karyawan dalam bentuk pengupahan dan balas jasa
lainnya sering merupakan komponen-komponen biaya paling besar dan penting
(Handoko, 1998).
Bagi manajemen,
masalah kompensasi karyawan mungkin merupakan masalah personalia yang
membingungkan dan paling sulit. Walaupun pengupahan harus mempunyai dasar yang
logis dan dapat dipertahankan, hal ini mencakup banyak faktor-faktor emosional
dari sudut pandangan para karyawan. Di samping itu, kompensasi mempunyai dampak
penting terhadap perekonomian. Sumber pendapatan nasional sebagian datang dari
kompensasi. Pendapatan karyawan adalah bagian terbesar dari daya belinya yang
digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa hasil produksi
perusahaan-perusahaan.
Jenis-jenis Kompensasi
Kompensasi
pegawai berarti bahwa semua bentuk penggajian atau ganjaran mengalir kepada
pegawai dan timbul dari kepercayaan mereka. Menurut Dessler (1992), kompensasi
pegawai memiliki tiga komponen, yaitu :
1. Pembayaran
secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk upah, gaji, insentif,
dan bonus.
2. Pembayaran
tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan seperti: asuransi
dan liburan atas dana perusahaan.
3. Ganjaran
nonfinansial (nonfinancial rewards) seperti hal-hal yang tidak mudah dikuantifikasi,
yaitu ganjaran-ganjaran seperti : pekerjaan yang lebih menantang, jam kerja
yang lebih luwes, dan kantor yang lebih bergengsi.
Banyak karyawan dibayar (dalam
kas) pada setiap akhir kerja berdasarkan jumlah jam kerja. Di lain pihak,
banyak juga yang dibayar berdasar jam kerja yang diterima pada akhir minggu. Bentuk
pembayaran ini disebut upah harian. Para karyawan lain dibayar dengan bentuk
gaji tetap setiap minggu, bulanan atau tahunan. Di samping itu, bentuk upah
insentif (seperti bonus dan komisi) banyak dipakai pada karyawan bagian produksi
dan penjualan. Banyak perusahaan juga mempunyai rencana pembagian laba (profit
sharing plan), di mana karyawan menerima sejumlah persentase tertentu dari laba
perusahaan sebagai pendapatan ekstra (Handoko, 1998).
Kompensasi (gaji dan upah) dapat
diperhitungkan sebagai upah yang riil atau upah uang. Upah uang adalah jumlah
yang dihitung menurut harga nominal mata uang yang diterima oleh buruh,
sedangkan upah nyata (riel) dalam jumlah uang yang dihitung dengan
memperhitungkan upah tersebut dengan kebutuhan yang diperlukan oleh penerima
upah. Upah yang diterima setiap pekerja dari suatu perusahaan tidak sama besarnya.
Besar kecilnya upah yang diterima tergantung pada beberapa faktor.
Menurut Ranupandoyo (1994), bahwa
faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat upah yang diterima oleh setiap
pekerja adalah Penawaran dan permintaaan
tenaga kerja, Organisasi buruh, Kemampuan
untuk membayar dari perusahaan, Produktivitas, Biaya hidup, Pemerintah.
Perbedaan dalam pengupahan atau
penggajian (salary differentials) dapat dibenarkan karena syarat
pekerjaan yang berbeda dan ini selalu ada pada setiap perusahaan. Pekerjaan
yang memerlukan pengetahuan dan skill yang lebih tinggi akan mendapat upah
atau gaji yang lebih besar jika dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan pengetahuan
dan skill yang lebih rendah. Atau dengan kata lain pekerjaan yang memerlukan
tingkat pengetahuan (pendidikan) serta pengalaman tertentu akan mendapat upah
yang lebih besar. Pola upah ini cendrung dirumuskan oleh perusahaan yang telah
berhasil dengan baik di dalam menetapkan tingkat upah para pekerja di suatu
daerah sehingga pola ini akan diikuti perusahaan lain di daerah tersebut. Secara
garis besarnya sistem pengupahan dimaksud berbentuk :
1) Sistem
pengupahan berdasarkan waktu (Time Rate System)
2) Sistem
pengupahan berdasarkan satuan hasil (Piece System)
3) Sistem
pengupahan berdasarkan premi (Wage Insentive System).
Selain dari
pada sistem upah yang telah dijelaskan di atas, dalam prakteknya
perusahaan sering pula menentukan
tingkat upah seorang pekerja berdasarkan :
1. Sistem
upah borongan yaitu sistem upah ini diberikan kepada sekelompok pekerja dan
masing-masing pekerja. Sistem ini dipergunakan terutama bagi suatu jenis pekerjaan
yang hasil pekerjaan untuk setiap pekerjaan sukar diukur;
2. Sistem
skala upah berubah yaitu sistem skala upah berubah biasanya menganut salah satu
dari 2 cara, yaitu sebagai berikut :
a.
Sistem upah scale yang
menghubungkan tingkat upah dengan tingkat harga jual barang yang dihasilkan
perusahaan.
b.
Sistem upah indeks ialah
yang menghubungkan tingkat upah dengan tingkat angka indeks biaya kehidupan.
c.
Sistem upah pembayaran
laba yaitu sistem ini menetapkan bahwa buruh tidak hanya menerima upah biasa
tetapi juga bagian laba dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan.
Dari uraian di
atas, maka dirasa perlu adanya sistem upah atau gaji yang tepat pada karyawan
agar dapat mendorong para karayawan lebih giat bekerja sekaligus akan meningkatkan
produktivitas kerja.
Unsur-Unsur PertimbanganDalam
Manajemen Kompensasi
Tujuan
manajemen kompensasi adalah untuk mebantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan
strategis perusahaan dan menjamin terjadinya keadilan internal dan eksternal.
Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan dikompensasi secara adil
dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadangkadang tujuan
ini bisa konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus terjadi. Misalnya,
untuk mempertahankan para karyawan dan menjamin keadlian, analisis upah dan
gaji merekomendasi pembayaran jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang
sama. Akan tetapi, perekrut pekerja mungkin menginginkan untuk menawarkan upah
tidak seperti biasanya, yaitu upah yang tinggi untuk menarik pekerja yang
berkualifikasi. Maka terjadilah trade offs antara tujuan rekruitmen dan konsistensi
tujuan dari manajemen kompensasi. Sementara keadilan internal menjamin bahwa
permintaan posisi yang lebih tinggi dan orang yang lebih berkualifikasi dalam
perusahaan akan diberi pembayaran yang lebih tinggi.
Menurut Mangkuprawira
(2003) ada beberapa prinsip yang diterapkan dalam manajemen kompensasi, antara
lain :
1. Terdapatnya
rasa keadilan dan pemerataan pendapatan dalam perusahaan.
2. Setiap
pekerjaan dinilai melalui proses evaluasi pekerjaan dan kinerja atau performance.
3. Mempertimbangkan
keuangan perusahaan.
4. Nilai
rupiah dalam sistem penggajian mampu bersaing dengan harga pasar tenaga kerja
sejenis.
5. Sistem
penggajian yang baru dapat membedakan orang yang berprestasi baik dan yang
tidak dalam golongan yang sama.
6. Sistem
penggajian yang baru harus dikaitkan dengan penilaian kinerja karyawan.
Pada umumnya
karyawan akan menerima perbedaan kompensasi yang berdasarkan tanggungjawab,
kemampuan, pengetahuan, produktivitas, “on – job” atau kegiatan kegiatan
manajerial. Sedangkan pembayaran yang berdasarkan ras, kelompok etnis, dan
jenis kelamin, dilarang oleh hukum dan kebijaksanaan umum.
Menurut Handoko
(1998), Kebijaksanaaan-kebijaksanaan dan praktek-praktek manajemen ditentukan
oleh interaksi dari tiga faktor, yaitu :
1. Kesediaan
membayar
Kesediaan membayar adalah merupakan pernyataan yang
berlebihan untuk menyatakan bahwa para manajer sebenarnya ingin membayar upah
secara adil.
Oleh sebab itu
para manajer juga merasa bahwa para karyawan seharusnya melakukan pekerjaan
sesuai upah yang mereka terima. Manajer perlu mendorong para karyawan untuk
meningkatkan keluaran mereka agar upah dan gaji yang lebih tinggi dapat
dibayarkan.
2. Kemampuan
membayar
Tanpa memperhatikan semua faktor lainnya, dalam jangka
panjang realisasi pemberian kompensasi akan tergantung pada kemampuan membayar
dari perusahaan. Kemampuan membayar perusahaan tergantung pada pendapatan dan laba
yang diraih, dimana hal ini tergantung pada performance yang diberikan karyawan.
Penurunan performance karyawan dan inflasi akan mempengaruhi pendapatan
nyata karyawan.
3. Persyaratan-persyaratan
pembayaran
Dalam jangka pendek, pengupahan dan penggajian sangat
tergantung pada tekanan eksternal dari pemerintah, organisasi karyawan (serikat
buruh) dan para pesaing. Sebagai contoh, peraturan pemerintah tentang upah
minimum merupakan batas bawah tingkat upah yang akan dibayarkan.
Cara memperoleh
dasar upah yang sehat perlu adanya pertimbangan sebagai berikut :
a. Apakah
yang dicapai oleh sistem upah itu.
b. Apakah
sistem upah itu cocok untuk pelaksanaan bentuk usaha yang bersangkutan.
c. Apakah
sistem upah itu dapat diterima masyarakat umum yang bersangkutan.
d. Apakah
derajat upah itu selaras dengan pasaran upah ditempat upah tersebut.
Dasar upah yang
benar haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Dasar
upah itu harus pasti, tetapi harus memiliki sifat ringkas, sehingga memungkinkan
untuk disesuaikan dengan keadaan.
2. Harus
memungkinkan tercapainya ongkos-ongkos perusahaan yang serendah-rendahnya dan
memberikan kemungkinan meninggikan produksi dan mengembangkan usaha.
3. Adanya
perimbangan antara upah yang diberikan perusahaan dengan tenaga yang diberikan
karyawan sehingga karyawan merasa betah bekerja di perusahaan.
4. Harus
menunjukkan suatu upah yang layak melalui pertimbangan tugas yang diemban
karyawan.
Penutup
Pemanfaatan
pemberian kompensasi yang terkoordinir dengan baik serta sesuai dengan hasil
pekerjaan yang dilakukan oleh tiap-tiap karyawan akan berpengaruh terhadap
peningkatan performance karyawan, sehingga faktor-faktor yang
mempengaruhi performance seperti karakteristik situasi, sikap dan sebagainya
dapat diatasi oleh karyawan dengan berpedoman pada program pelaksanaan kerja
yang sudah ditentukan perusahaan.
Menurut Sjafri
Mangkuprawira (2003, hal. 224) : “Penilaian performance membantu pengambil
keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran
dalam bentuk upah dan bonus yang didasarkan pada sistem merit”. Dengan adanya
pemberian kompensasi tersebut, dapat memotivasi karyawan menjadi lebih
bersemangat serta membuat karyawan mampu mengatasi segala hambatan yang
diterima didalam pekerjaan sehingga performance karyawan dapat meningkat
dan tujuan pimpinan dapat tercapai.
Dari teknik
penilaian yang beragam dan luas, para spesialis menyeleksi metode-metode yang
paling efektif dalam mengukur performance karyawan dengan standar yang
berlaku. Teknik dapat diseleksi dengan cara mereview performance masa
lalu maupun dengan mengantisipasi performance di masa yang akan datang. Meskipun
dalam pelaksanaannya, penilaian performance yang berkaitan dengan
kompensasi juga harus mempertimbangkan serta memandang beberapa prisnsip yang
ada dalam pelaksanaannya, terutama prinsip keadilan yang merupakan faktor yang
sering kali menjadikan pelaksanaan penilaian menjadi tidak efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
Dessler,
Gary. 1992. Manajemen Personalia. diterjemahkan oleh : Agus Dharma,
Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Flippo.
Edwin B. 1995. Manajemen Personalia. Diterjemahkan oleh : Mohammad
Masud. Edisi Keenam. Jilid Kedua. Erlangga. Jakarta.
Hadipurnomo.
1992. Tata Personalia. Cetakan Kelima. Jambatan. Jakarta
Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen.
Yogyakarta. Edisi Kedua. BPFE. Yoyakarta.
Mangkuprawira,
Sjafri. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Cetakan Kedua.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Moekijat.
1995. Manajemen Kepegawaian. Bumi Aksara. Jakarta. Penerbit Fakultas
Ekonomi. Yogyakarta.
Ruky,
Achmad S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar