Nama : Babay
Sholehah
Alamat :
Jl. Jagarahayu Komp. Griya Gemilang Sakti-2 Blok.No. 19 Ciracas,
Serang – Banten 42116
Tempat, tanggal lahir Serang, 25 Februari 1992
Nama Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bina Bangsa
Banten
Alamat Perguruan
Tinggi: Jl. Raya Serang – Jakarta Km. 3
No. 1 B, Serang Banten 42121
ABSTRAK
Negara Indonesia sangat luas untuk melakukan berbagai
upaya kegiatan penghidupan manusia, tetapi sungguh dilematisnya ketika daerah
tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga banyak terjadi permasalahan
lingkungan, baik itu tempat tinggal, ladang usaha, lalu lintas, banjir, dan
sebagainya.
Permasalahan yang sedang marak terjadi di Indonesia pada
saat ini dan menjadi topik utama yang menghebohkan yaitu banjir, hal ini di
sebabkan karena adanya penurunan kemampuan tanah untuk meresap air sebagai
akibat adanya perubahan lingkungan yang merupakan proses pembangunan sehingga
di tiap daerah yang banyak merugikan diberbagai hal, mulai dari kerugian besar
ladang usaha terutama petani-petani, rumah bahkan sampai lalu lintas.
Banjir yang sering terjadi di beberapa tempat di
Indonesia dan khususnya di daerah perkotaan, kabupaten, kecamatan hingga desa di
provinsi Banten sangat meresahkan warga setempat karena dapat mengganggu proses
kegiatan keseharian warga setempat. Hal inilah yang harus menjadi perhatian
khusus untuk segera diuraikan agar permasalahan yang berkepanjangan ini dapat
segera terminimalisirkan secara bertahap pada setiap daerah yang pada akhirnya
menemukan titik terang utuk pemerintah daerah setempat untuk segera melakukan
penanganan daerahnya.
Kata
Kunci: Masalah Daerah, Banjir, Banjir Banten, Penanganan,
PENDAHULUAN
Air adalah suatu sumber daya alam
yang sangat tak terbatas karena selalu dapat diperbaharui untuk proses
kelangsungan hidup seluruh makhluk yang di bumi dan merupakan ciptaan Tuhan
yang harus di jaga kelangsungannya agar dapat di gunakan dengan baik sebab air
satu-satunya sumber utama dan aset seluruh makhluk, tanpa air makhluk hidup
yang di bumi tidak akan bisa bertahan hidup lebih dari tujuh hari. Akan tetapi,
air yang berlebihan juga dapat menjadi suatu perkara bahaya yang dahsyat untuk
kelangsungan hidup makhluk hidup apabila tidak di tata dengan baik oleh manusia
sebagaimana yang dialami seluruh negara termasuk Indonesia. Permasalahan
lingkungan yang sering terjadi di negara kita hampir tiap tahunnya pada saat
musim penghujan adalah banjir.
Air hujan tidak akan dapat mengalir
sebagaimana mestinya apabila tidak diberi cukup peluang dan perubahan tata guna
lahan daerah aliran sungai (DAS) juga sehingga memberikan pengaruh cukup
dominan terhadap debit banjir[1], misalnya tersumbatnya celah aliran akibat
sampah, pembuatan celah aliran air dipinggir jalan terlalu kecil, urugan dan
pembangunan pada alur-alur air (sungai), urugan pada cekungan tanah dalam
dimana air dapat terkumpul (rawa, situ), dan pembuatan sudetan-sudetan sebagai
langkah darurat, dan berbagai macam penyebab lain. Ditambah lagi dengan
genangan yang diakibatkan oleh hujan di kota itu sendiri yang tidak diberi
alur-alur pembuangan (drainase)
atau prasarana pembuangannya yang tidak memadai atau tidak terpelihara dengan
baik. Maka sebagai akibat dari semua faktor ini, elevasi air meningkat dan air menjadi
banjir melewati tanggul-tanggul saluran drainase. Peningkatan elevasi muka air
ini bahkan dapat merambat ke arah hulu dan melimpah ke wilayah yang lebih
tinggi dari hilir akibat efek back water[2].
Banjir yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia,
khususnya di provinsi Banten merupakan
permasalahan yang kompleks sehingga mendorong berbagai pihak untuk memberikan gagasan dan mencari solusi
penanggulangannya. Oleh karena itu,
permasalahan yang kompleks begitu besar tidak mungkin dikaji atau dikendalikan
oleh satu atau dua metode spesifik saja. Dalam hal ini, teori sistem
mempernyatakan bahwa kesisteman adalah suatu meta konsep atau meta disiplin,
dimana formalitas dan proses keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial
dapat dipadukan dengan berhasil[3].
Berbagai pihak banyak memberikan gagasan, seperti pembangunan kanal, pengaturan pengelolaan
lahan, penerapan tindakan dan teknik konservasi tanah, serta pembangunan check
dam, sumur resapan, waduk resapan sampai teknologi pemindah awan (hujan). Akan
tetapi, semua harus di kaji terlebih dahulu secara mendalam efek-efek yang
terjadi dan modal pembiayaannya untuk mengatasi banjir tersebut. Sebab segala
upaya pembangunan memiliki kelebihan dan kekurangannya.
PENGERTIAN BANJIR
Banjir
adalah kondisi dimana peristiwa terbenamnya daratan karena volume air yang
meningkat dan dapat didefinisikan sebagai debit ekstrim dari suatu sungai.
Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat
hujan besar, peluapan air sungai, pecahnya bendungan sungai atau akibat badai
tropis. Banjir sebagai fenomena alam dapat menciptakan petaka bagi manusia.
Intervensi manusia terhadap alam kian memperbesar petaka yang terjadi akibat
banjir. Kini, banjir sudah merupakan bagian dari fenomena global yang merupakan
gejala alam, ia dengan tidak begitu sulit bisa diramalkan karena menjadi bagian
dari siklus iklim, tetapi ketika ia menjadi fenomena global maka ramalan banjir
dapat sering meleset[4].
a.
Efek atau akibat dari banjir, yaitu[5]:
1.
Dapat merusak struktur bangunan beserta
isinya termasuk jembatan, sistem pembuangan limbah, jalan raya, dan kanal;
2.
Kerusakan infrastruktur juga sering
kerusakan transmisi listrik dan kadang-kadang pembangkit listrik, yang dapat
mematikan daya;
3.
Dapat menyebabkan longsor;
4.
Berkurangnya pasokan makanan bagi
tumbuhan, hewan dan manusia karena terisolasi oleh banjir dan;
5.
Mengakibatkan tanaman hancur/rusak;
6.
Hilangnya nyawa;
7.
Kurangnya air bersih dikombinasikan dengan
kotoran manusia di perairan banjir meningkatkan risiko penyakit ditularkan
melalui air, yang dapat mencakup penyakit tifus, giardia, cryptosporidium,
kolera dan penyakit lainnya tergantung pada lokasi banjir;
8.
Banjir biasanya menggenangi lahan
pertanian, sehingga tanah tidak bisa dijalankan dan mencegah tanaman dari yang
ditanam atau dipanen, yang dapat menyebabkan kekurangan makanan baik untuk
manusia dan hewan ternak;
9.
Kesulitan ekonomi akibat penurunan
sementara di bidang pariwisata, membangun kembali biaya, atau kekurangan
makanan menyebabkan kenaikan harga setelah efek banjir yang parah. Dampak pada
mereka yang terkena dampak dapat menyebabkan kerusakan psikologis kepada para
korban, khususnya kematian, luka-luka serius dan kehilangan harta.
b. Penyebab
banjir
Banjir
merupakan salah satu dampak dari perbuatan manusia yang tidak peduli akan
lingkungannya. Beberapa perbuatan yang dapat menyebabkan banjir adalah sebagai
berikut:
1.
Membuat
bangunan dan jalan tanpa menyediakan peresapan air yang cukup;
2.
Penebangan
pohon yang tidak terkendali;
3.
Membuang
sampah sembarangan, baik di jalan, sungai maupun danau sehingga menyebabkan
aliran air menjadi tersumbat;
4.
Pengaruh
pasang surut air laut;
5.
Kiriman
air hujan dari pehuluan;
6.
Kerusakan
kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), dimana daya tampung palung sungai menjadi
kecil;
7.
Saluran
air yang tidak berfungsi dengan baik, karena banyak yang tersumbat atau ditutup
menjadi lahan rumah sehingga aliran air menjadi tersumbat atau tidak lancar;
8.
Tanah
yang mempunyai daya serapan air yang buruk;
9.
Kian
meluasnya permukaan tanah yang tertutup/ditutup sehingga terjadi perubahan tata
air permukaan karena perubahan rona alam yang diakibatkan oleh pemukiman,
industri dan pertanian;
10. Tingginya sedimentasi, yang menyebabkan
sungai dan parit cepat mendangkal;
11. Permukaan air tanah yang
tinggi (daerah datar). Jumlah curah hujan melebihi kemampuan tanah untuk
menyerap air, sehingga air mengalir pada permukaan;
12. Buruknya penanganan sampah
kota serta tidak memadainya infrastruktur pengendali air permukaan;
13. Perubahan/instabilitas iklim
yang disertai badai tropis. Penyimpangan iklim yang disebut gejala El Nino dan
La Nina, gejala ketidakteraturan dan ekstremitas cuaca. Kenaikan suhu mejadikan
gejala El Nino dan La Nina menjadi dominan, dan yang mengacaukan iklim terutama
di kawasan Pasifik;
14. Gelombang besar/tsunami akibat
gempa bumi menyebabkan banjir pada daerah pesisir pantai pada wilayah tertentu
di tanah air[4];
PROSES TERJADINYA BANJIR
Sebenarnya, banjir memiliki proses pembentuk karena
banjir yang terjadi di beberapa titik daerah tidak datang
begitu saja. Tetapi karena pengaruh proses, proses
terjadinya banjir dapat dilihat dari tiga karakter pembentuk banjir, yaitu
karakter hujan, karakter daerah tangkapan hujan, serta karakter alur pembawa
aliran air ke muara. Pertama, karakter hujan tidak sekadar melihat besarnya
hujan (dalam bentuk intensitas atau kelebatan hujan), namun juga lama hujan
serta penyebaran hujan di daerah tangkapan. Kedua, karakter daerah tangkapan
dipengaruhi oleh penutupan lahan (sifat tanah, sifat vegetasi, kerapatan
infrastruktur, fungsi sistem drainase
mikro)[6].
Daerah
tangkapan hujan di tiga sungai utama yang bermuara di waduk Karian provinsi
Banten umumnya berada pada daerah intensitas pemanfaatan lahan yang relatif
tinggi, sehingga koefisien aliran permukaan cenderung besar. Ketiga, karakter
alur pembawa aliran yang terdiri dari sistem mikro berupa jaringan drainase air hujan diduga kurang ideal
(jumlah, kapasitas, fungsi kurang sesuai dengan beban hujan yang kebetulan juga
abnormal). Masalah banjir bulan lalu menjadi semakin kompleks dengan belum
tersedianya sistem makro, tetapi kemudian Kementrian Pekerjaan Umum (KPU)
mengumumkan akan segera merealisasikan pembangunan waduk Karian yang
berlokasi di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, pembangunan ini dilakukan untuk mengatasi banjir akibat luapan sungai Ciujung, Cidurian,
Cidanau, dan sungai lainnya, serta untuk mencegah banjir yang selalu terulang
di ruas tol Tangerang-Merak provinsi
Banten.
PERMASALAHAN DAN PENGENDALIAN BANJIR DI
BANTEN
A. Permasalahan Banjir
Banjir
terjadi di beberapa daerah di Banten karena terjadi suatu permasalahan umum,
antara lain seperti, berkurangnya daerah resapan air, berkurangnya daerah
penampung air, dan tempat muara air. Maka, hal tersebut dapat menambah beban
terhadap sungai dan sistem pengendali banjir. Ada dua hal yang berbeda, yaitu
banjir dan permasalahan banjir. Banjir, lebih banyak disebabkan oleh alam yang
ada. Sementara permasalahan banjir lebih disebabkan oleh perilaku manusia yang
memanfaatkan bantaran sungai dan tinggal di dataran rendah yang tidak sesuai
dengan kaidah lingkungan. Ditambah lagi banyak daerah yang berubah tata
ruangnya sehingga memperluas kawasan banjir, yang umumnya kini dijadikan hunian
oleh masyarakat. Jadi, pada kenyataannya masyarakat sendiri yang mendatangi
banjir, bukan banjir yang mendatangi masyarakat.
B.
PENGENDALIAN
BANJIR BANJIR
Banjir
yang terjadi di wilayah Banten mengakibatkan terganggunya sejumlah besar
aktifitas masyarakat. Sejumlah infrastruktur penting menjadi rusak, demikian
pula kerusakan biofisik yang diakibatkannya. Korban jiwa dan kerugian materi
pun sering mengikuti setiap terjadi bencana banjir.
Oleh
karena itu, perlu dilakukan rekayasa antisipasi bencana banjir, guna
meminimalisir akibat dan dampak negatifnya. Rekayasa tersebut antara lain
adalah:
- Perbaikan sistem DAS dengan meningkatkan jumlah
dan kualitas vegetasi penutup tanah maupun daya tampung jaringan hidrologi
maupun irigasi DAS. Caranya antara lain dengan menanami kembali kawasan
DAS dengan tanaman yang akarnya mampu meretensi air dan melakukan
perbaikan apabila terdapat penyempitan saluran air atau jaringan hidrologi,
dan melakukan konstruksi ketahanan daerah cekungan dan saluran limpahan
banjir. Tindakan dalam pengelolaan DAS meliputi bidang-bidang biofisik,
pemberdayaan masyarakat, dan kelembagaan. Dalam perencanaan pengendalian
banjir, pemecahannya perlu ditinjau dari sudut pandang kawasan DAS, tidak
dapat per daerah administratif yang ada dalam satu kawasan. Pembicaraan
harus dilakukan bersama antara pemerintah propinsi, kota/ kabupaten (dinas
terkait);
- Membentuk satuan khusus untuk mengantisipasi
kemungkinan datangnya banjir. Satuan khusus ini dapat terdiri dari
gabungan instansi terkait seperti dinas-dinas, kecamatan, desa, TNI/Polri,
Satpol PP termasuk juga melibatkan masyarakat secara aktif;
- Menyediakan dana bencana alam setiap tahun. Perlu
diketahui bahwa Indonesia termasuk salah satu negera didunia dengan
persentase sekitar 10-12% dari bencana alam yang terjadi di dunia;
- Mewaspadai gelagat sungai besar di daerah
Propinsi Banten umumnya, Sungai Ciujung dan Landak serta anak-anak
sungainya khususnya;
- Mengkritisi daerah rendah di tepian sungai di
Wilayah Banten;
- Meningkatkan akan kesadaran lingkungan: Belajar
dari banjir, mempelajari jenis intervensi yang dilakukan manusia yang
merusak lingkungan sehingga mengganggu siklus hidrologi;
- Merumuskan kebijakan agar penduduk hidup dalam
batas-batas yang aman dari banjir, genangan;
- Solusi global untuk mengatasi penyimpangan iklim
adalah ikut membantu mengurangi emisi gas dari industri untuk mengurangi
‘efek rumah kaca’, ‘penggunaan freon’ dan sejenisnya yang dapat merusak
lapisan ozon;
- Menerapkan manajemen pengendalian tata air permukaan
yang berbasis daerah aliran sungai yang memerlukan kelembagaan yang lintas
sektoral dan lintas wilayah. Sejauh ini perhatian terhadap sistem
manajemen seperti ini masih amat rendah. Semua sektor dan tiap wilayah
bertindak sendiri untuk mengakali banjir sehingga masalahnya tidak akan
pernah terselesaikan;
- Menerapkan pendekatan manajemen wilayah dan
manajemen lingkungan;
- Karena Indonesia sedang mengalami demokratisasi
di mana awal keputusan di ranah publik selalu didahului oleh program
partai politik, maka lingkungan hidup seharusnya menjadi program yang
penting bagi setiap partai politik;
- Membangun komitmen mencegah atau mengatasi banjir
secara berkesinambungan;
- Air hujan di setiap rumah/bangunan tidak
dialirkan ke selokan, tetapi diresap ke dalam tanah atau ke dalam sumur
resapan. Dalam hal ini perlu pengaturan/ketentuan pemerintah daerah;
- Pemberdayaan masyarakat dengan penyuluhan,
kampanye, dan bimbingan tentang cinta lingkungan secara berkesinambungan,
diintensifkan sebagai program pembangunan pemerintah daerah. Dalam hal
ini, peran pemerintah sebagai fasilitator, tokoh, dan pemuka masyarakat
sebagai sosok panutan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai pendamping
pembangunan, dan perguruan tinggi, sebagai pengembang teknologi sangat
berarti untuk melangkah bersama dalam memberdayakan peran aktif masyarakat
sebagai upaya pengendalian banjir;
- Memberikan
peringatan dini banjir yang dapat dilakukan beberapa hari sampai satu hari
sebelum terjadi dengan menginformasikan pada instansi terkait. Dalam hal
ini dapat digunakan radar hujan yang bisa memprediksi curah hujan sesaat,
sebagai bagian dalam sistem peringatan dini banjir. Bila kemungkinan
banjir sudah diketahui sejak dini, maka masyarakat dan pemerintah daerah
dapat bersama-sama mengantisipasinya[4].
MODEL PERLAKUAN BANJIR YANG BISA DIBERLAKUKAN
DI BANTEN
Dalam penanganan banjir khususnya di daerah provinsi
Banten, maka perlu juga memanajemen model/gambaran efektif agar dapat
mempermudah langkah yang sebaiknya dilakukan, berikut beberapa model penanganan
yang di ambil dari penanganan banjir di Jepang.
Gambar 1. Konsep Komprehensif Flood Control di Jepang[7]
Pada Gambar 1 menunjukkan bagaimana
mengalirkan segera aliran limpahan banjir menuju daerah yang lebih rendah. Dari
daerah pegunungan dan perbukitan diinfiltrasikan ke danau atau tanah bawah
permukaan, begitu pula perumahan dan gedung-gedung di kota melimpahkan ke tempat
rendah reservoir air yang telah teregulasi dengan baik.
Sebelum
adanya pembangunan kota hampir semua limpahan hujan meresap ke tanah atau juga
tersimpan di dalam tanah-tanah permukaan (air aquifer). Alhasil limpahan air
hujan (run-off) bisa tereduksi. Namun
sesudah era pembangunan kota, tanah permukaan berubah menjadi beton (konkrit),
dan aspal. Hutan habis dan vegetasi berkurang berakibat run-off demikian besar tak terkendali memperburuk dampak kerusakan
genangan banjir.
Adapun model
lain yang bisa mengurangi kebanjiran dengan tata cara pembuatan kolam pengumpul
air hujan, sumur resapan dan lubang resapan biopori[8].
A. Kolam Pengumpul Air Hujan
1. Kolam Pengumpul Air Hujan di atas Permukaan Tanah
Gambar 2. Contoh Kolam
Pengumpul Air Hujan di atas Permukaan Tanah
a. Karakteristik
Cara ini diperuntukkan bagi lokasi
yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Muka
air tanah dangkal < 1 m;
- Jenis
tanah yang mempunyai kapasitas infiltrasi rendah seperti lempung dan liat;
atau
- Kawasan
karst, rawa, dan/atau gambut.
b. Konstruksi
- Membuat
saluran air dari talang bangunan (dengan bahan PVC) ke dalam kolam
pengumpul air hujan;
- Membuat
kolam pengumpul air hujan dari beton, batu bata, tanah liat atau bak
fiber/aluminium, dilengkapi dengan saluran pelimpasan keluar dari
kolam pengumpul air hujan; dan
- Membuat
penutup kolam pengumpul air hujan.
c. Pemeliharaan
- Membersihkan
talang dan saluran air dari kotoran seperti ranting, dedaunan agar tidak
tersumbat; dan/atau
- Melakukan
analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air di dalam kolam
pengumpul air (bila perlu).
2. Kolam Pengumpul Air Hujan di bawah Permukaan Tanah
Gambar 3. Contoh Kolam
Pengumpul Air Hujan di bawah Permukaan Tanah
a. Karakteristik
Cara ini diperuntukkan bagi lokasi
yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Daerah
bebas banjir;
- Muka
air tanah dangkal > 2 m;
- Keterbatasan
ruang di atas tanah; dan/atau
- Daerah
dengan ketinggian permukaan tanah minimal di atas 10 m di atas
permukaan laut dengan luas lahan terbatas.
b. Konstruksi
- Membuat
saluran air (PVC) dari talang bangunan ke dalam kolam pengumpul air hujan;
- Membuat
kolam pengumpul air hujan dari beton, batu bata, atau bak
fiber/aluminium dilengkapi dengan saluran pelimpasan keluar dari
kolam pengumpul air hujan. Apabila kolam pengumpul tersebut
dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari maka dapat dilengkapi
dengan pompa air yang diletakkan pada permukaan tanah; dan
- Membuat
penutup kolam pengumpul air hujan.
c. Pemeliharaan
- Membersihkan
talang dari kotoran seperti ranting, dedaunan agar tidak tersumbat;
dan/atau
- Melakukan
analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air di dalam kolam
pengumpul air (bila perlu).
B. Sumur Resapan
1. Sumur Resapan Dangkal
Gambar 4. Contoh Sumur
Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan Talang Bangunan
a. Karakteristik
Cara ini diperuntukkan bagi lokasi
yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Tinggi
muka air tanah > 0,5 m; dan/atau
- Berada
pada lahan yang datar dan berjarak minimum 1 m dari pondasi bangunan.
Gambar 5. Contoh Sumur
Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan Saluran Terbuka
b. Konstruksi
- Sumur
resapan dangkal dibuat dalam bentuk bundar atau empat persegi dengan
menggunakan batako atau bata merah atau buis beton;
- Sumur
resapan dangkal dibuat pada kedalaman di atas muka air tanah atau
kedalaman antara 0,5 – 10 m di atas muka air tanah dangkal dan
dilengkapi dengan memasang ijuk, koral serta pasir sebesar 25% dari
volume sumur resapan dangkal;
- Sumur
resapan dangkal dilengkapi dengan bak kontrol yang dibangun berjarak
+ 50 cm dari sumur resapan dangkal yang berfungsi sebagai pengendap;
- Sumur
resapan dangkal dan bak kontrol dilengkapi dengan penutup yang dapat
dibuat dari beton bertulang atau plat besi;
- Membuat
saluran air dari talang rumah atau saluran air di atas permukaan
tanah untuk dimasukkan ke dalam sumur dengan ukuran sesuai jumlah
aliran. Sumur resapan yang sumber airnya dialirkan melalui talang
bangunan tidak perlu membuat bak kontrol; dan
- Memasang
pipa pembuangan yang berfungsi sebagai saluran limpasan jika air
dalam sumur resapan sudah penuh.
c. Pemeliharaan
- Membersihkan
bak kontrol dan sumur resapan dangkal dengan mengangkat filter yang
berupa ijuk, koral dan pasir pada setiap menjelang musim penghujan
atau disesuaikan dengan kondisi tingkat kebersihan filter; dan/atau
- Melakukan
analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air yang masuk ke
dalam sumur resapan apabila terdapat unsur-unsur tercemar. Parameter
analisa air tanah dapat mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas
Air.
2. Sumur Resapan Dalam
Gambar 6. Contoh Sumur
Resapan Dalam
a. Karakteristik
Cara ini
diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Diutamakan
di daerah land subsidence
dan/atau daerah genangan;
- Penurunan
muka air tanah dalam kondisi kritis;
- Ketinggian
muka air tanah > 4 m; dan/atau
- Sumur
resapan dalam dapat dipadukan dengan sumur eksploitasi yang telah ada
dan/atau yang akan dibuat.
b. Konstruksi
- Sumur
resapan dalam dibuat melalui pemboran dengan lubang bor tegak lurus
dan diameter minimal 275 mm (11 inch) untuk seluruh kedalaman;
- Diameter
pipa lindung dan saringan minimal 150 mm (6 inch);
- Kedalaman
sumur resapan dalam disesuaikan dengan kondisi akuifer dalam yang ada;
- Bibir
sumur atau ujung atas pipa lindung terletak minimal 0,25 m di atas
muka tanah dan dilengkapi dengan penutup pipa;
- Saringan
sumur bor harus ditempatkan tepat pada kedudukan akuifer yang
disarankan untuk peresapan. Apabila akuifernya mempunyai ketebalan
lebih dari 3 m, maka panjang minimal saringan yang dipasang harus 3
m, ditempatkan di bagian tengah akuifer;
- Ruang
antara dinding lubang bor dan pipa lindung di atas dan di bawah
pembalut kerikil diinjeksi dengan lumpur penyekat, sehingga
terbentuk penyekat-penyekat setebal 3 m di bawah kerikil pembalut
dan setebal minimal 2 m di atas kerikil pembalut;
- Ruang
antara dinding lubang bor dan pipa jambang di atas kerikil pembalut
mulai dari atas lempung penyekat hingga kedalaman 0,25 m di bawah
muka tanah harus diinjeksi dengan bubur semen, sehingga terbentuk semen
penyekat;
- Di
sekeliling sumur harus dibuat lantai beton semen dengan luas minimal
1 m2, berketebalan minimal 0,5 m mulai 0,25 m di bawah muka tanah
hingga 0,25 m di atas muka tanah;
- Sumur
resapan dalam dilengkapi dengan 2 buah bak kontrol yang dibuat
secara bertingkat dengan menggunakan batu bata, batako, atau cor
semen secara berhimpit berukur panjang 1 m, lebar 1,5 m, dan
kedalaman 1,5 m, dasar bak kontrol disemen; dan
- Bak penyaring,
dibuat dengan kedalaman 1 m dan diisi dengan pasir dengan ketebalan
25 cm, koral setebal 25 cm dan ijuk setebal 25 cm. Bak kontrol 2,
dengan kedalaman 1,5 m diisi dengan ijuk setebal 25 cm, arang
aktif setebal 25 cm, koral setebal 25 cm, dan ijuk setebal 25 cm.
c. Pemeliharaan
- Membersihkan
atau mengganti penyaring dari kotoran dan endapan/lumpur yang
menyumbat pada bak penyaring, pada musim penghujan dan kemarau atau
sesuai dengan keperluan; dan/atau
- Melakukan
analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air yang masuk ke
dalam sumur resapan. Parameter analisa air tanah dapat mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
C. Lubang Resapan Biopori (LRB)
a. Karakteristik
Cara ini
diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Daerah
sekitar pemukiman, taman, halaman parkir dan sekitar pohon; dan/atau
2. Daerah yang
dilewati aliran air hujan
.
b. Konstruksi
1. Membuat
lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm
atau tidak melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan lubang resapan
biopori antara 50 – 100 cm;
2. Memperkuat
mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan:
a. Paralon
dengan diameter 10 cm, panjang minimal 10 cm; atau
b. Adukan semen
selebar 2 – 3 cm, setebal 2 cm disekeliling mulut lubang.
3. Mengisi
lubang LRB dengan sampah organik yang berasal dari dedaunan, pangkasan
rumput dari halaman atau sampah dapur; dan
4. Menutup
lubang resapan biopori dengan kawat saringan.
c. Pemeliharaan
1. Mengisi sampah organik kedalam lubang resapan biopori;
2. Memasukkan
sampah organik secara berkala pada saat terjadi penurunan volume sampah
organik pada lubang resapan biopori; dan/atau
3. Mengambil
sampah organik yang ada dalam lubang resapan biopori setelah menjadi
kompos diperkirakan 2 – 3 bulan telah terjadi proses pelapukan.
PENUTUP
Banjir
merupakan suatu permasalahan yang banyak terjadi di berbagai dunia termasuk
Indonesia, banjir yang terjadi dapat menjadi masalah yang kompleks apabila
terlalu banyak menimbulkan kerugian. Penyebab banjir yang terjadi di Indonesia
banyak diakibatkan oleh manusia yang tidak peduli akan lingkungannya sehingga
menimbulkan banyak efek dari banjir yang terjadi. Sebenarnya proses pembentuk
banjir di beberapa titik daerah tidak datang begitu saja tetapi karena pengaruh
proses karakter pembentuk banjir, yaitu karakter
hujan, karakter daerah tangkapan hujan, serta karakter alur pembawa aliran air
ke muara.
Datangnya
banjir di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di provinsi Banten karena
suatu permasalahan lingkungan sekitar, seperti berkurangnya
daerah resapan air, berkurangnya daerah penampung air, dan tempat muara air.
Maka, hal tersebut dapat menambah beban terhadap sungai dan sistem pengendali
banjir, sehingga mengakibatkan terganggunya sejumlah besar aktifitas
masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan rekayasa antisipasi bencana
banjir, guna meminimalisir akibat dan dampak negatifnya, dan juga model
perlakuan banjir agar dapat mempermudah langkah untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Jayadi, R. 2000. Hidrologi
I (Pengenalan Hidrologi), Teknik Sipil, Vol. 3 No.2.
[2] Tusi, A. 2010. Pengembangan Sumur Resapan dan Pemanenan
Air Hujan sebagai Wujud Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Banjir. Pengelolaan Sumber Daya Air dan Banjir
Terpadu Melalui Pemberdayaan Masyarakat, 72.
[3] ________. 1999.
Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas manajemen I. Kumpulan Makalah Pengendalian Banjir, 67.
[4] Hamid, A. 2006.
Rekayasa Antisipasi Bencana Banjir. Seminar
Rekayasa Antisipasi Bencana Banjir oleh
Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.
[5] Iyani, Anda. 2013. Pengertian Banjir, [online], available: http://id.shvoong.com/exact-sciences/architecture/2352256-pengertian-banjir/#ixzz2NsPAek00 [18 Maret 2013]
[6] Legono, Djoko.
2008. Seharusnya di Yogyakarta Tidak
Tejadi Genangan Banjir, [online], available: http://persakijogja.blogdetik.com/2008/08/09/seharusnya-di-yogyakarta-tidak-terjadi-genangan-banjir/ [18 Maret 2013]
[7] Pribadi, Sugeng.
2007. Belajar Bagaimana Jepang Memerangi
Banjir, [online], available: http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-04-04-Belajar-Bagaimana-Jepang-Memerangi-Banjir.shtml
[20 Maret 2013]
[8] Witoelar, Rachmat.
2009. Tata Cara Pemanfaatan Air Hujan,
[online], available: http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/
[20 Maret 2013]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar