Senin, 22 April 2013

PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI BAGIAN DARI TEKNIK MEMANAGE PERFORMANCE KARYAWAN


PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI BAGIAN DARI TEKNIK MEMANAGE PERFORMANCE KARYAWAN

Oleh : Ega Jalaludin

 

Abstrak: kompensasi karyawan adalah salah satu masalah personalia yang membingungkan dan dirasa sulit untuk diterjemahkan kebijakannya mengingat sebagian besar permasalahan implementasi melibatkan negara dalam kebijakannya. Akan tetapi pengupahan harus memiliki dasar yang logis dan dapat dipertahankan, hal ini mencakup banyak faktor terlebih dari sudut pandang para pegawai/karyawan dan dalam prakteknya, problematika kompensasi selalu menjadi acuan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Karena itu, bersedia atau tidak perusahaan dalam hal ini perlu menganalisa kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam hal pemberian kompensasi. Ini dimaksudkan untuk menciptakan kinerja karyawan yang lebih baik, dan pada akhirnya dapat menjadi kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai baik dalam tujuan jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

 

Kata Kunci: Kompensasi, Performa, Karyawan

*) Ega Jalaludin, S.H., M.M, adalah alumni Fakultas Hukum UNTIRTA dan Fakultas Ekonomi Pasca Sarjana UNIVERSITAS BUDI LUHUR.

 

Pendahuluan

Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period” Benardin dan Russel

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap organisasi laba/nirlaba menyatakan bahwa “manusia adalah asset terpenting dalam organisasi”. Dari persfektif eksplisit hal tersebut sangat mengesankan penghargaan terhadap manusia, namun dalam implementasinya tidak jarang kebijakan-kebijakan organisasi/perusahaan yang dibuat bertentangan dengan keharusannya. Kita ambil contoh pada perusahaan yang terlalu banyak menggunakan pola automatisasi (penggunaan mesin dalam operasional perusahaan) sebagai pengganti manusia, bisa jadi manusia hanya dipandang sebagi unsur produksi yang tidak ada bedanya dengan unsur lainnya, hal ini tentunya kurang manusiawi.

Pada beberapa kasus di beberapa organisasi tidak sedikit terdapat perusahaan yang menerapkan sistem upah, iklim kerja, dan kepemimpinan yang kurang kondusif. Padahal manusia dan potensinya merupakan elemen utama dari keberhasilan suatu bisnis, seharusnya bagaimana sumber daya manusia berupa tingkat etos kerja, pendidikan, keterampilan, pengetahuan, emosi, kejujuran, kesehatan, pengalaman, dan kepemimpinan dapat dioptimalisasikan.

Pada masa globalisasi sekarang ini, persaingan usaha adalah keniscayaan yang tidak bias dihindari. Untuk itu, perusahaan-perusahaan mulai berusaha untuk tetap unggul dalam persaingan yang serba  kompetetif tersebut dengan berupaya menciptakan kualitas sumber daya manusianya yang handal dan presentatif. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang terlatih dan terampil bagi sebuah organisasi bisnis, tentunya dapat ditempuh dengan melakukan pelatihan,pendidikan dan bimbingan bagi sumber daya manusianya.

Sebagai salah satu unsur produksi yang dominan berpengaruh, manusia berkedudukan sama dengan unsur lainnya, seperti teknologi dan biaya. Namun, manusia memiliki ciri unik. Manusia memiliki kepribadian yang aktif, banyak menggunakan intuisi, dinamis, bahkan sensitif dan sekaligus sebagai pengelola dan atau pengguna dua unsur produksi tadi, yaitu teknologi dan biaya untuk menghasilkan output tertentu. Oleh karena itu, manusia ditempatkan sebagai unsur yang sangat khusus oleh perusahaan, karena manusia baru akan terdorong untuk bekerja dan meningkatkan produktivitasnya jika beragam kebutuhannya mulai dari kebutuhan fisik (seperti : makan, papan, pakaian), kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi dengan baik (Mangkuprawira , 2003).

Prof. Abraham Maslow telah membagi beberapa kebutuhan manusia dalam lima tingkatan. Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut sangat urgen dan tak bisa digantikan dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong untuk melakukan suatu aktivitas yang dikenal dengan bekerja.

 


 

Gambar 1. Teori Kebutuhan Prof. Abraham Maslow

 

Kita semua tahu bahwa bekerja yang dilakukan oleh manusia adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas. Pekerjaan yang dilakukan sendiri memiliki banyak ragam dan tingkatan, mulai dari tingkatan Operator, Manajer hingga sampai pada tingkatan Top Manajemen. Kehendak yang dicapai tiap pekerja biasanya berbeda pada setiap tingkatannya, itu semua berasal dari kemerdekaan berkehendak dan kebebasan berekspresi. Sementara itu pencapaian dan harapan setiap pegawaipun berbeda, mulai dari pekerja yang hanya ingin bekerja hanya karena ingiin mendapatkan status sosial, bekerja untuk memenuhi kebutuhan, sampai bekerja sebagai bentuk aktualisasi diri mereka.

Pekerjaan yang dilakukan memiliki sistem dan tatanan operasional sehingga sebuah pekerjaan harus dilakukan secara sistematis. Hal inilah yang menyebabkan bahwa peran manajer sangat penting pada setiap tingkatan pekerjaan. Penggerak/motivasi/movere-nya pun sangat beragam. Mulai dari gaji, fasilitas, kenyamanan, ketenangan sampai pada harapan tumbuh pada perusahaan tersebut.

Upah atau kompensasi merupakan suatu ukuran nilai atau karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Tingkat pendapatan absolut karyawan yang akan menentukan skala kehidupannya, dan pendapatan relatif mereka menunjukkan status, martabat dan harganya (Handoko, 1998). Oleh karena itu, pimpinan perlu sekali memperhatikan pemberian kompensasi yang diberikan karyawan, agar performanya dapat meningkat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dalam mencapai tujuan dan keinginan perusahaan dan pimpinan.

Dalam kenyataannya yang paling sering kita dengar adalah pengkaitan hasil penilaian prestasi dengan besarnya kompensasi atau bonus yang diberikan perusahaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Ruky (2002) yang menyatakan bahwa : “Istilah penilaian prestasi kerja hampir selalu secara otomatis diasosiasikan dengan kebijaksanaan dan aturan kenaikan gaji perorangan dan pembagian bonus”. Tan dan Torrington seperti yang dikutip oleh Ruky (2002) melaporkan bahwa : berdasarkan hasil penelitian mereka terhadap 25 perusahaan Inggris dan 26 perusahaan Amerika yang beroperasi di Malaysia, alasan terpenting bagi perusahaan Amerika untuk menerapkan sistem penilaian prestasi kerja karyawan adalah dasar bagi :

 

     Kenaikan gaji (81%)

     Keputusan promosi (77%)

     Pelatihan dan Pengembangan (68%)

     Pembinaan (60%)

 

Pengertian Performance

Kinerja atau prestasi kerja secara etimologi berasal dari kata berbahasa inggris “performance”. Kamus The New Webster Dictionary yang dikutip oleh Ruky (2002) memberikan tiga arti bagi kata performance yang akan disebutkan dibawah ini :

1.      Adalah prestasi yang digunakan dalam konteks atau kalimat misalnya tentang mobil yang sangat cepat.

2.      Adalah Pertunjukan yang bisaanya digunakan dalam kalimat “Folk Dance Performance” atau “Pertunjukan Tari-tarian Rakyat”.

3.      Adalah “Pelaksanaan Tugas” misalnya dalam kalimat “In performing his/her duties

Pada organisasi modern dewasa ini penilaian memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar-standar performance dan untuk memotivasi performance individu di waktu berikutnya. Sedangkan Benardin dan Russel yang dikutip oleh. Ruky (2002) memberikan defenisi tentang performance sebagai berikut : ”Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period” (Prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).

 

Penilaian Performa

Mangkuprawira (2003) menyatakan bahwa : “Pendekatan penilaian performance hendaknya mengidentifikasi standar performance yang terkait, mengukur kriteria, dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan dan Departemen Sumber Daya Manusia”.

Untuk lebih jelasnya berikut illustrasi gambar elemen-elemen kunci sistem penilaian performance :



Ukuran Kinerja

Kinerja Karyawan

Penilaian Kinerja
 

Standar Kinerja

Umpan Balik Karyawan

Standar Kinerja

Standar Kinerja




Gambar 2 Elemen-elemen Kunci Sistem Penilaian Performance

(Syafrie Mangkuprawira;2003)

 

Jika standar performance atau perhitungan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, evaluasi dapat mengarah pada ketidakakuratan atau hasil yang bisa merenggangkan hubungan manajer dengan karyawan, dan memperkecil kesempatan kerja yang sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dalam perilaku sumber daya manusia tidaklah mungkin terjadi dan departemen tidak akan memiliki catatan akurat dalam sistem informasi sumber daya manusianya. Dengan demikian, keputusan-keputusan dasar dalam membuat rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu.

Departemen sumber daya manusia biasanya merancang dan mengelola sistem penilaian performance perusahaan. Sentralisasi menjamin terjadinya keseragaman. Meskipun departemen sumber daya manusia dapt mengembangkan pendekatan yang berbeda untuk para manajer, profesional, pekerja, dan kelompok lain. Namun keseragaman dalam tiap kelompok dibutuhkan untuk menjamin hasil yang dapat dibandingkan. Departemen itu sendiri bisa jadi jarang menilai performance secara aktual.

Sejumlah penyebab umum yang sering menimbulkan kegagalan dan harus dihindarkan di sebutkan oleh Dessler (1994) yang dikuti oleh Ruky (2002) sebagai berikut :

1.      Tidak adanya standar

Tanpa adanya standar berarti tidak terjadi penilaian prestasi yang obyekif. Yang ada hanyalah penilaian subyektif yang mengandalkan perkiraan dan perasaan.

2.      Standar yang tidak relevan dan bersifat subyektif

Standar seharusnya ditetapkan melalui proses analisa pekerjaan/jabatan untuk menentukan hasil atau output yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.

3.      Standar yang tidak realistis

Standar adalah sasaran-sasaran yang berpotensi merangsang motivasi. Standar yang masuk akal dan menantang akan lebih berpotensi untuk merangsang motivasi.

4.      Ukuran prestasi yang tidak tepat

Obyektivitas dan perbandingan memerlukan bahwa kemajuan terhadap standar dan pencapaian standar dapat diukur dengan mudah dan transparan. Contoh-contoh ukuran yang bersifat kuantitatif adalah misalnya : 1% tingkat kegagalan produksi karena kualitas, 10 order penjualan dari setiap 100 kunjungan. Sedangkan yang bersifat kualitatif misalnya ; “penyelesaian proyek pada tanggal yang ditetapkan”.

5.      Kesalahan penilai

Termasuk dalam kesalahan penilai adalah “keberpihakan” (bisa), perasaaan syakwasangka, “Halo effect” (terpengaruh oleh yang dinilai), kecendrungan untuk “pelit” atau sebaliknya, kecendrungan untuk memilih nilai tengah dan takut untuk menghadapi bawahan.

6.      Pemberian umpan balik secara buruk

Pada awal proses manajemen performance, standar harus dikomunikasikan kepada karyawan yang dinilai untuk diketahui dan disepakati. Demikian pula seluruh proses penilaian dan hasil penilaian harus dikomunikasikan pula kepada mereka sesuai dengan prinsip dan tujuan program, khususnya program manajemen performance.

7.      Komunikasi yang negatif.

Proses evaluasi ternyata terganggu oleh komunikasi yang didasari dengan sikap negatif seperti arogansi dan ke-aku-an pada pihak penilai dan sikap membela diri dan ketertutupan pada pihak yang dinilai.

 

Penilaian seharusnya menciptakan gambaran akurat dari performa perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui performance buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hal lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan dan praktis, termasuk standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang terukur. Pekerjaan terkait berarti bahwa sistem mengevaluasi perilaku-perilaku kritis yang mengandung keberhasilan pekerjaan. Jika evaluasi tidak terkait dengan pekerjaan, hal ini tidaklah absah. Tanpa keabsahan dan derajat kepercayaan, sistem bisa jadi mendiskriminasi kesempatan penerapan hukum yang ada secara adil. Seperti yang dikutip oleh Ruky (2002, hal. 35), Calcio menyarankan agar sebuah program manajemen performance efektif hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1.      Relevance

Hal-hal atau faktor-faktor yang diukur adalah relevan (terkait) dengan pekerjaannya, apakah itu outputnya, prosesnya atau inputnya.

2.      Sensitivy

Sistem yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan antara karyawan yang berprestasi dan tidak berprestasi.

3.      Reliability

Sistem yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya bahwa menggunakan tolok ukur yang objektif, sahih, akurat, konsisten dan stabil.

4.      Acceptability

Sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh karyawan yang menjadi penilai maupun yang dinilai dan memfasilitasi komunikasi aktif dan konstruktif antara keduanya.

5.      Practicality

Semua instrumen, misalnya formulir yang digunakan, harus mudah digunakan oleh kedua pihak, tidak rumit, mengerikan dan berbelit-belit.

 

Kompensasi

Kompensasi dapat diartikan sebagai pemberian imbalan atas hasil kerja yang dilakukan dengan melihat prestasi kerja itu sendiri. Prestasi kerja yang dilakukan dapat dinilai dan diukur berdasarkan suatu penilaian yang telah ditentukan perusahaan secara objektif. Handoko (1998) menyatakan bahwa: “Kompensasi adalah pemberian kepada karyawan dengan pembayaran finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang”.

Setiap pekerja yang telah memberi atau mengorbankan tenaga dan pikirannya pada suatu perusahaan, baik itu perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah akan mengharapkan kontra prestasi atau balas jasa berupa uang atau barang-barang yang disebut dengan catu dalam bentuk kebutuhan barang-barang pokok misalnya beras. Kompensasi (Gaji dan Upah) yang diberikan perusahaan kepada pekerja merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pimpinan demi kelancaran jalannya perusahaan. Kompensasi yang layak merupakan pendorong bagi karyawan supaya bekerja lebih giat serta lebih bertanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan kepadanya. Jadi dapat dikatakan bahwa kompensasi (gaji dan upah) akan mempengaruhi performance karyawan.

Menurut Purnomo (1992) pengertian upah adalah sebagai berikut : Upah adalah jumlah keseluruhan yang diterapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja meliputi masa atau syarat-syarat tertentu. Jika upah diperhitungkan meliputi masa seminggu dinamakan upah mingguan dan jika ditung meliputi masa sehari dinamakan upah harian. Jika menghitung besarnya upah dipergunakan kesatuan yang diambil dari hasil rata-rata setiap jam atau meliputi waktu tertentu, maka upah itu dinamakan upah waktu. Kecuali upah dan waktu terdapat juga upah potongan, yang didapatkan dengan memperhitungkan jumlah potongan atau bagian tugas dikalikan kesatuan pengganti prestasi untuk tiap-tiap potongan. Dalam bentuk-bentuk usaha pada umumnya yang dimaksudkan dengan upah adalah pengganti saja bagi tenaga kerja yang melaksanakan tugas-tugas dalam perusahaan yang sifatnya tidak tetap. Sedangkan gaji dipergunakan sebagai pengganti jasa bagi tenaga kerja yang bersifat tetap.

Sedangkan Moekijat (1995) mengemukakan bahwa pengertian gaji adalah : “Pembayaran kepada pegawai, tata usaha, dan manajer”. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian gaji dan upah (kompensasi) yaitu upah merupakan kontra prestasi yang diterima oleh si pekerja berdasarkan hasil yang dicapainya dan tidak mempunyai jaminan kerja tetap, lain halnya dengan gaji merupakan kontra prestasi yang diterima oleh pekerja dengan jaminan pekerjaan yang sifatnya lebih tetap.

Salah satu fungsi manajemen personalia yang paling sulit adalah penentuan tingkat kompensasi moneter. Hal ini tidak hanya merupakan salah satu tugas yang paling rumit, tetapi juga yang paling penting, baik bagi organisasi maupun karyawan. Penentuan tingkat kompensasi moneter penting bagi organisasi karena upah dan gaji seringkali merupakan satu-satunya biaya perusahaan terbesar. Sepanjang menyangkut organisasi, Flippo (1995) menyatakan bahwa program-program kompensasi karyawan dirancang untuk melakukan tiga hal, yaitu :

1.      Untuk menarik para karyawan yang cakap ke dalam organisasi.

2.      Untuk memotivasi mereka mencapai prestasi yang unggul.

3.      Untuk menciptakan masa dinas yang panjang.

Selanjutnya Dessler (1992) menyatakan bahwa : “Penyusunan suatu rencana penggajian merupakan upaya mengevaluasi nilai pekerjaan secara relatif (melalui teknik evaluasi pekerjaan), dan kemudian menetapkan harga pekerjaan dengan menggunakan garis upah dan kelas gaji”. Kompensasi juga penting bagi organisasi, karena jumlah pembayaran kepada karyawan dalam bentuk pengupahan dan balas jasa lainnya sering merupakan komponen-komponen biaya paling besar dan penting (Handoko, 1998).

Bagi manajemen, masalah kompensasi karyawan mungkin merupakan masalah personalia yang membingungkan dan paling sulit. Walaupun pengupahan harus mempunyai dasar yang logis dan dapat dipertahankan, hal ini mencakup banyak faktor-faktor emosional dari sudut pandangan para karyawan. Di samping itu, kompensasi mempunyai dampak penting terhadap perekonomian. Sumber pendapatan nasional sebagian datang dari kompensasi. Pendapatan karyawan adalah bagian terbesar dari daya belinya yang digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa hasil produksi perusahaan-perusahaan.

 

Jenis-jenis Kompensasi

Kompensasi pegawai berarti bahwa semua bentuk penggajian atau ganjaran mengalir kepada pegawai dan timbul dari kepercayaan mereka. Menurut Dessler (1992), kompensasi pegawai memiliki tiga komponen, yaitu :

1.      Pembayaran secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk upah, gaji, insentif, dan bonus.

2.      Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan seperti: asuransi dan liburan atas dana perusahaan.

3.      Ganjaran nonfinansial (nonfinancial rewards) seperti hal-hal yang tidak mudah dikuantifikasi, yaitu ganjaran-ganjaran seperti : pekerjaan yang lebih menantang, jam kerja yang lebih luwes, dan kantor yang lebih bergengsi.

Banyak karyawan dibayar (dalam kas) pada setiap akhir kerja berdasarkan jumlah jam kerja. Di lain pihak, banyak juga yang dibayar berdasar jam kerja yang diterima pada akhir minggu. Bentuk pembayaran ini disebut upah harian. Para karyawan lain dibayar dengan bentuk gaji tetap setiap minggu, bulanan atau tahunan. Di samping itu, bentuk upah insentif (seperti bonus dan komisi) banyak dipakai pada karyawan bagian produksi dan penjualan. Banyak perusahaan juga mempunyai rencana pembagian laba (profit sharing plan), di mana karyawan menerima sejumlah persentase tertentu dari laba perusahaan sebagai pendapatan ekstra (Handoko, 1998).

Kompensasi (gaji dan upah) dapat diperhitungkan sebagai upah yang riil atau upah uang. Upah uang adalah jumlah yang dihitung menurut harga nominal mata uang yang diterima oleh buruh, sedangkan upah nyata (riel) dalam jumlah uang yang dihitung dengan memperhitungkan upah tersebut dengan kebutuhan yang diperlukan oleh penerima upah. Upah yang diterima setiap pekerja dari suatu perusahaan tidak sama besarnya. Besar kecilnya upah yang diterima tergantung pada beberapa faktor.

Menurut Ranupandoyo (1994), bahwa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat upah yang diterima oleh setiap pekerja adalah Penawaran dan permintaaan tenaga kerja, Organisasi buruh, Kemampuan untuk membayar dari perusahaan, Produktivitas, Biaya hidup,  Pemerintah.

Perbedaan dalam pengupahan atau penggajian (salary differentials) dapat dibenarkan karena syarat pekerjaan yang berbeda dan ini selalu ada pada setiap perusahaan. Pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan skill yang lebih tinggi akan mendapat upah atau gaji yang lebih besar jika dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan skill yang lebih rendah. Atau dengan kata lain pekerjaan yang memerlukan tingkat pengetahuan (pendidikan) serta pengalaman tertentu akan mendapat upah yang lebih besar. Pola upah ini cendrung dirumuskan oleh perusahaan yang telah berhasil dengan baik di dalam menetapkan tingkat upah para pekerja di suatu daerah sehingga pola ini akan diikuti perusahaan lain di daerah tersebut. Secara garis besarnya sistem pengupahan dimaksud berbentuk :

1)      Sistem pengupahan berdasarkan waktu (Time Rate System)

2)      Sistem pengupahan berdasarkan satuan hasil (Piece System)

3)      Sistem pengupahan berdasarkan premi (Wage Insentive System).

Selain dari pada sistem upah yang telah dijelaskan di atas, dalam prakteknya

perusahaan sering pula menentukan tingkat upah seorang pekerja berdasarkan :

1.      Sistem upah borongan yaitu sistem upah ini diberikan kepada sekelompok pekerja dan masing-masing pekerja. Sistem ini dipergunakan terutama bagi suatu jenis pekerjaan yang hasil pekerjaan untuk setiap pekerjaan sukar diukur;

2.      Sistem skala upah berubah yaitu sistem skala upah berubah biasanya menganut salah satu dari 2 cara, yaitu sebagai berikut :

a.       Sistem upah scale yang menghubungkan tingkat upah dengan tingkat harga jual barang yang dihasilkan perusahaan.

b.      Sistem upah indeks ialah yang menghubungkan tingkat upah dengan tingkat angka indeks biaya kehidupan.

c.       Sistem upah pembayaran laba yaitu sistem ini menetapkan bahwa buruh tidak hanya menerima upah biasa tetapi juga bagian laba dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan.

Dari uraian di atas, maka dirasa perlu adanya sistem upah atau gaji yang tepat pada karyawan agar dapat mendorong para karayawan lebih giat bekerja sekaligus akan meningkatkan produktivitas kerja.

 

Unsur-Unsur PertimbanganDalam Manajemen Kompensasi

Tujuan manajemen kompensasi adalah untuk mebantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategis perusahaan dan menjamin terjadinya keadilan internal dan eksternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan dikompensasi secara adil dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadangkadang tujuan ini bisa konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan para karyawan dan menjamin keadlian, analisis upah dan gaji merekomendasi pembayaran jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama. Akan tetapi, perekrut pekerja mungkin menginginkan untuk menawarkan upah tidak seperti biasanya, yaitu upah yang tinggi untuk menarik pekerja yang berkualifikasi. Maka terjadilah trade offs antara tujuan rekruitmen dan konsistensi tujuan dari manajemen kompensasi. Sementara keadilan internal menjamin bahwa permintaan posisi yang lebih tinggi dan orang yang lebih berkualifikasi dalam perusahaan akan diberi pembayaran yang lebih tinggi.

Menurut Mangkuprawira (2003) ada beberapa prinsip yang diterapkan dalam manajemen kompensasi, antara lain :

1.      Terdapatnya rasa keadilan dan pemerataan pendapatan dalam perusahaan.

2.      Setiap pekerjaan dinilai melalui proses evaluasi pekerjaan dan kinerja atau performance.

3.      Mempertimbangkan keuangan perusahaan.

4.      Nilai rupiah dalam sistem penggajian mampu bersaing dengan harga pasar tenaga kerja sejenis.

5.      Sistem penggajian yang baru dapat membedakan orang yang berprestasi baik dan yang tidak dalam golongan yang sama.

6.      Sistem penggajian yang baru harus dikaitkan dengan penilaian kinerja karyawan.

Pada umumnya karyawan akan menerima perbedaan kompensasi yang berdasarkan tanggungjawab, kemampuan, pengetahuan, produktivitas, “on – job” atau kegiatan kegiatan manajerial. Sedangkan pembayaran yang berdasarkan ras, kelompok etnis, dan jenis kelamin, dilarang oleh hukum dan kebijaksanaan umum.

Menurut Handoko (1998), Kebijaksanaaan-kebijaksanaan dan praktek-praktek manajemen ditentukan oleh interaksi dari tiga faktor, yaitu :

1.      Kesediaan membayar

Kesediaan membayar adalah merupakan pernyataan yang berlebihan untuk menyatakan bahwa para manajer sebenarnya ingin membayar upah secara adil.

Oleh sebab itu para manajer juga merasa bahwa para karyawan seharusnya melakukan pekerjaan sesuai upah yang mereka terima. Manajer perlu mendorong para karyawan untuk meningkatkan keluaran mereka agar upah dan gaji yang lebih tinggi dapat dibayarkan.

2.      Kemampuan membayar

Tanpa memperhatikan semua faktor lainnya, dalam jangka panjang realisasi pemberian kompensasi akan tergantung pada kemampuan membayar dari perusahaan. Kemampuan membayar perusahaan tergantung pada pendapatan dan laba yang diraih, dimana hal ini tergantung pada performance yang diberikan karyawan. Penurunan performance karyawan dan inflasi akan mempengaruhi pendapatan nyata karyawan.

3.      Persyaratan-persyaratan pembayaran

Dalam jangka pendek, pengupahan dan penggajian sangat tergantung pada tekanan eksternal dari pemerintah, organisasi karyawan (serikat buruh) dan para pesaing. Sebagai contoh, peraturan pemerintah tentang upah minimum merupakan batas bawah tingkat upah yang akan dibayarkan.

Cara memperoleh dasar upah yang sehat perlu adanya pertimbangan sebagai berikut :

a.       Apakah yang dicapai oleh sistem upah itu.

b.      Apakah sistem upah itu cocok untuk pelaksanaan bentuk usaha yang bersangkutan.

c.       Apakah sistem upah itu dapat diterima masyarakat umum yang bersangkutan.

d.      Apakah derajat upah itu selaras dengan pasaran upah ditempat upah tersebut.

Dasar upah yang benar haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut :

1.      Dasar upah itu harus pasti, tetapi harus memiliki sifat ringkas, sehingga memungkinkan untuk disesuaikan dengan keadaan.

2.      Harus memungkinkan tercapainya ongkos-ongkos perusahaan yang serendah-rendahnya dan memberikan kemungkinan meninggikan produksi dan mengembangkan usaha.

3.      Adanya perimbangan antara upah yang diberikan perusahaan dengan tenaga yang diberikan karyawan sehingga karyawan merasa betah bekerja di perusahaan.

4.      Harus menunjukkan suatu upah yang layak melalui pertimbangan tugas yang diemban karyawan.

Penutup

Pemanfaatan pemberian kompensasi yang terkoordinir dengan baik serta sesuai dengan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh tiap-tiap karyawan akan berpengaruh terhadap peningkatan performance karyawan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi performance seperti karakteristik situasi, sikap dan sebagainya dapat diatasi oleh karyawan dengan berpedoman pada program pelaksanaan kerja yang sudah ditentukan perusahaan.

Menurut Sjafri Mangkuprawira (2003, hal. 224) : “Penilaian performance membantu pengambil keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah dan bonus yang didasarkan pada sistem merit”. Dengan adanya pemberian kompensasi tersebut, dapat memotivasi karyawan menjadi lebih bersemangat serta membuat karyawan mampu mengatasi segala hambatan yang diterima didalam pekerjaan sehingga performance karyawan dapat meningkat dan tujuan pimpinan dapat tercapai.

Dari teknik penilaian yang beragam dan luas, para spesialis menyeleksi metode-metode yang paling efektif dalam mengukur performance karyawan dengan standar yang berlaku. Teknik dapat diseleksi dengan cara mereview performance masa lalu maupun dengan mengantisipasi performance di masa yang akan datang. Meskipun dalam pelaksanaannya, penilaian performance yang berkaitan dengan kompensasi juga harus mempertimbangkan serta memandang beberapa prisnsip yang ada dalam pelaksanaannya, terutama prinsip keadilan yang merupakan faktor yang sering kali menjadikan pelaksanaan penilaian menjadi tidak efektif dan efisien.

 

Daftar Pustaka

Dessler, Gary. 1992. Manajemen Personalia. diterjemahkan oleh : Agus Dharma, Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Flippo. Edwin B. 1995. Manajemen Personalia. Diterjemahkan oleh : Mohammad Masud. Edisi Keenam. Jilid Kedua. Erlangga. Jakarta.

Hadipurnomo. 1992. Tata Personalia. Cetakan Kelima. Jambatan. Jakarta

Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen. Yogyakarta. Edisi Kedua. BPFE. Yoyakarta.

Mangkuprawira, Sjafri. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Cetakan Kedua. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Moekijat. 1995. Manajemen Kepegawaian. Bumi Aksara. Jakarta. Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.

Ruky, Achmad S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar